Senin, 12 November 2012

INDUSTRI KAYU: Regulasi & Krisis Eropa Tak Halangi Ekspor Kayu Olahan

selasa, 13 november 2012, jam 12.09 wib, via bank muamalat kelapa gading

dikutip dari www.bisnis.com
JAKARTA—Produsen kayu gergajian dan kayu olahan nasional meyakini kinerja ekspornya tak akan menyusut pada tahun ini meski penggunaan kayu hutan alam dibatasi dan terjadi penurunan permintaan signifikan ke pasar Eropa.
Soewarni, Ketua Asosiasi Pengusaha Kayu Gergajian dan Kayu Olahan (ISWA), menuturkan saat ini ada sekitar 1.500 produsen kayu olahan di Tanah Air dari total sekitar 5.000 Eksportir Terdaftar Produk Industri Kehutanan (ETPIK).
Jumlah tersebut menyusut sejak diberlakukannya pembatasan penggunaan kayu yang berasal dari hutan alam melalui pengetatan.
 “Dari 1.500 perusahaan kayu olahan yang punya ETPIK, yang aktif hanya separuhnya, sekitar 600-650 pengusaha,” jelasnya kepada Bisnis, Minggu (11/11).
Kendati demikian, lanjut Soewarni, secara keseluruhan volume ekspor kayu olahan serta nilai devisa yang dihasilkan relatif hampir sama dengan tahun lalu.
“Pada 2011 volume ekspor kayu olahan sekitar 2,2 juta meter kubik, dengan nilai devisa US$1,3 miliar. Ekspor pada tahun ini saya perkirakan hampir sama,” tuturnya.
Soewarni mengakui faktor krisis ekonomi menyebabkan permintaan kayu olahan dari pasar Eropa anjlok.
Namun, beberapa pasar alternatif, seperti China, Taiwan, dan Timur Tengah, justru permintaanya meningkat sehingga bisa mengompensasi penyusutan pasar Eropa.
“PErmintaan Uni Eropa sangat jatuh sehingga banyak L/C [letter of credit] yang dibatalkan. Untung saja masih ada pasar China, Taiwan dan Timur Tengah,” katanya.
Soewarni mengatakan sebagian besar produsen kayu olahan saat ini lebih dari 50% bahan bakunya berasal dari non-hutan alam, seperti kayu Karet, Sengon, Jabon, dan  Kelapa.
Meski dari sisi harga kayu non-hutan alam lebih rendah dibandingkan kayu-kayu dari hutan alam, tetapi masih menjanjikan keuntungan untuk diekspor.  
“Jadi volume ekspor tidak turun, bahkan mungkin sedikit meningkat. Tapi dari sisi nilai devisa yang mungkin turun atau minimal sama,” katanya.  
Pada 2013, pelaku industri kayu nasional dihadapkan sejumlah tantangan untuk dapat menembus pasar Eropa, a.l. kewajiban kepemilikan sertifikat Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
Soewarni, yang juga Ketua Badan Revitalisasi Industri Kayu (BRIK), mengklaim pelaku industri kayu dibawah binaanya sudah siap menerapkan aturan tersebut, meski saat ini baru sekitar 340-350 produsen kayu olahan yang memiliki SVLK.
“SVLK tidak bisa bisa semua perusahaan punya, tapi bagi yang belum punya masih bisa ekspor. Namun harus lewat inspeksi,” jelasnya.
Harris Munandar, Kepala Pusat Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri, mengatakan industri barang kayu dan hasil hutan lainnya merupakan subsektor manufaktur yang mengalami perlambatan pada tahun ini.
Hal itu yang menyebabkan target pertumbuhan industri barang kayu dan hasil hutan lainnya direvisi turun dari estimasi 2,9% pada 2012 dan 3,4% pada 2013 menjadi masing-masing 0,37% dan 0,51%.
“Untuk industri penggergajian dan pengawetan kayu, rotan, bambu, dan sejenisnya serta industri barang-barang dari kayu, dan anyaman dari rotan, bambu dan sejenisnya pada periode 6-12 bulan ke depan akan mengalami sedikit perbaikan, namun belum pulih sepenuhnya,” jelasnya, baru-baru ini. 

sumber:
http://www.bisnis.com/articles/industri-kayu-regulasi-and-krisis-eropa-tak-halangi-ekspor-kayu-olahan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

peraturan (rules)

segala yang ada di blog ini tidak boleh digunakan untuk kejahatan apapun entah itu secara langsung dan/atau tidak langsung. (anything in this blog are not to use for anykind of crime, direct and/or indirect).